PELAPISAN SOSIAL
Makalah Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Perkuliahan
“1AD, ISD DAN
IBD”
Disusun oleh:
Kelas A PGMI
Syarifah
Nadiyah (D07214021)
Dosen Pengampu:
Nanang Kholidin, S.Ag., M. Pd.I
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah
Tahun 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pelapisan Sosial”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pelapisan
sosial. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Surabaya, 15 November 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelapisan Sosial 2
B. Kesamaan Derajat 7
C. Prasangka dan Driskiminasi 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dalam masyarakat kita terdapat berbagai
kedudukan, seperti dokter, insinyur, guru, pengusaha, petani, pedagang,
wartawan, polisi, mahasiswa, ulama, nelayan, dan sebagainya. Kedudukan-
kedudukan ini dinilai oleh masyarakat umum berkenaan dengan suatu skala tinggi
rendah, sehingga ada kedudukan yang dianggap tinggi, dan ada kedudukan yang
dianggap rendah.
Masyarakat sebagai keseluruhan terdapat
bermacam-macam dasar untuk menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang, dasar
penilaian yang berlaku dalam satu kesatuan sosial tertentu saja. Dengan
demikian, bahwa di berbagai kesatuan sosial dijumpai perbedaan tinggi rendah
kedudukan yang mengakibatkan adanya pelapisan-pelapisan sosial dalam kesatuan
sosial yang bersangkutan.
Maka dari itu disini
kami akan menjelaskan tentang pelapisan-pelapisan sosial dan apa saja yang
dapat mempengaruhi terjadinya pelapisan sosial.
- Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah makna dan terjadinya pelapisan sosial?
2. Apakah
persamaan derajat?
3. Apakah
diskriminasi?
- Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui arti dan asal mula terjadiya pelapisan sosial
2. Mengetahui
tentang persamaan derajat
3.
Mengetahui tentang diskriminasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PELAPISAN SOSIAL
a.
Pelapisan
Sosial ( Stratifikasi Sosial )
Stratifikasi berasal dari kata Stratus yang
artinya lapisan (berlapis-lapis). Sehingga Stratifikasi Sosial berarti “lapisan
sosial“.
Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial
adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas
tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah
golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan
beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut
gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota
masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi
mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Pelapisan sosial merupakan gejala yang
bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan
sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama
dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan
sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta
kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam
kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan
di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah.
Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi
dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila
dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan
rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam
perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta
kekuasaan dan wewenang.
.
b.
Pelapisan sosial ciri tetap kelompok sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang
berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh sistem
sosial masyarakat. Tetapi hal ini perlu di ingat bahwa ketentuan ketentuan
tentang pembagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian
menjadi dasar dari pada pembagian pekerjaan , semata mata ditentukan oleh
sistem kebudayaan itu sendiri.kita lihat saja misalnya kedudukan laki-laki di
Jawa berbeda dengan kedudukan laki-laki di Minangkabau. Di Jawa kekuasaan
keluarga di tangan ayah sedangkan di Minangkabau tidak demikian. Dalam
hubunganya dengan pembagian pekerjaan pun setiap suku bangsa memiliki cara
sendiri sendiri.Di Irian misalnya atau Bali , wanita harus harus lebih bekerja
keras dari pada laki-laki.
Di dalam organisasi mayarakat primitif pun
dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada.Hal ini
terwujud bentuk sebagai berikut :
1) Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan
pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
2) Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh
dan memiliki hak-hak yang istimewah
3) Adanya pemimpin yang paling berpengaruh
4) Adanya orang-orang yang dikecilkan di luar kasta dan
orang di luar perlindungan hukum (cutlaw men)
5) Adanya pembagian kerja didalam suku itu sendiri
6) Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam
ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.
Pendapat tradisional tentang masyarakat
primitif sebagai masyarakat yang komunitis yang tanpa hak milik pribadi dan
perdagangan itu tidak benar. Ekonomi primitif bukanlah ekonomi dari
individu-individu yang terisolir produktif kolektif. Apa yang sesungguhnya
adalah kelompok ekonomi yang tersusun atas dasar ketergantungan yang timbal
balik dan individu-individu yang aktif secara ekonomis, serta pembagian-pembagian
yang lebih kecil dari suatu kelompok yang memiliki sistem perdagangan dan
barter satu sama lain.
Bilamana di dalam beberapa suku perbedaan
ekonomi begitu kecul dan kebiasan tolong-menolong secara timbal balik mendekati
sistem komunisme, hal ini di sebabkan hanya terhadap milik umum dari kelompok.
Jika kita kita tidak dapat menemukan
masyarakat yang tidak berlapis-lapis di antara masyarakat yang primitif, maka
lebih tidak mungkin lagi untuk menemukanya di dalam masyarakat yang telah lebih
maju/berkembang. Bentuk dan proporsi pelapisan di masyarakat yang telah maju
bervariasi; tetapi pada dasarnya pelapisan masyarakat itu ada di mana-mana dan
di sepanjang waktu. Di dalam masyarakat pertanian dan khususnya di dalam
industri pelapisan itu tampak menyolok mata dan jelas. Di demokrasi-demokrasi
yang modern pun juga tidak dapat mengecualikan adanya hukum-hukum pelapisan
masyarakat, walaupun didalam konstitusinya menyatakan bahwa “ Semua manusia
adalah sama (all men are created equal). Gradasi itu dapat kita lihat misalnya
: multi dari memilih modal yang kaya sampai kepada buruh yang termskin; dari
presiden kepad lurah; dari jendral sampai ke prajurit dan sebagaianya yang semuanya itu menunjukan
sebagai jenjang-jenjang dan gradasi sosial yang menunjukan walaupun di dalam
sistem demokrasi yang paling mutakhir pun ada pelapisan masyarakat.
c.Terjadinya pelapisan sosial
Ø Terjadinya dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat
itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki tertentu dibentuk bukan
berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu,
tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Pengakuan-pengakuan terhadap
kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya.
Oleh karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka
bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat,
waktu dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka
kedudukan seseorang pada suatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis,
misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat
pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni atau sakti.
Ø Terjadi dengan sengaja
Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditunjukan
untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara
jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaan ini maka di
dalam organisasi itu terdapat keteraturan sehingga jelas bagi setiap orang
ditempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam suatu
organisasi baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Sistem pelapisan yang dibentuk dengan sengaja ini dapat
kita lihat misalnya di dalam organisasi pemerintahan, organisasi partai
politik, perusahaan besar, perkumpulan-perkumpulan resmi, dan lain-lain. Pendek
kata di dalam organisasi formal. Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan
cara ini mengandung dua sistem, ialah:
1) Sistem fungsional : merupakan pembagian kerja kepada
kedudukan yang tingkatanya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan
yang sederajat, misalnya saja di dalam organisasi perkantoran ada kerja sama
antara kepala-kepala seksi dan lain-lain.
2) Sistem skalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut
tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal).
Pembagian kedudukan ini di dalam organisasi formal pada
pokoknya diperlukan agar organisasi itu dapat bergerak secara teratur untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Tetapi sebenarnya terdapat pula kelemahan yang disebabkan
sistem yang demikian itu.
Pertama : kerena organisasi itu sudah diatur sedemikian
rupa, sering terjadi kelemahan di dalam menyesuaikan dengan prubahan-perubahan
yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya saja perubahan-perubahan pula dalam
cara-cara perjuangan partai polotik, tetapi karena organisasi itu mempunyai
tata cara tersendiri di dalam menentukan kebijaksanaan politik sosial, maka
sering terjadi kelambatan di dalam penyesuaian.
Kedua : karena organisai itu telah diatur sedemikian rupa
sehingga membatasi kemampuan-kemampuan individual yang sebenarnya mampu tetapi
karena kedudukanya yang mengangkat maka tidak memungkinkan mengambil inisiatif.
Misalnya dapat kita lihat di dalam kehidupan perguruan tinggi, seorang dosen
yang baru golongan III a tetapi cakap, tidak diperkenankan menduduki
jabatan-jabatan yang hanya boleh diduduki atau dijabat oleh golongan IV a ke
atas, maka merupakan hambatan yang merugikan bagi dosen yang bersangkutan dan universitas.
Contoh yang lain dapat kita lihat sendiri misalnya di
dalam kantor-kantor pemerintahan di mana banyak tenaga-tenaga yang cukup tetapi
diberi wewenang karena kedudukanya meningkat.
B.
KESAMAAN DERAJAT
Sifat
perhubungan antara manusia dan lingkungan masyarakat pada umumnya adalah timbal
balik, artinya seorang itu sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak dan
kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara.
Beberapa hak dan kewajiban penting ditetapkan dalam undang-undang (Konstitusi)
sebagai hak dan kewajiban asasi. Untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban ini
dengan bebas dari rasa takut perlunya adanya jaminan, dan yang mampu memberi
jaminan ini adalah pemerintah yang kuat dan berwibawa. Di dalam susunan negara modern hak-hak dan kebebasan-kebebasan
asasi manusia itu dilindungi oleh Undang-undang dan menjadi hukum positif.
Undang-undang tersebut berlaku sama pada setiap orang tanpa kecualinya dalam
arti semua orang mempunyai kesamaan derajat dan ini di jamin oleh undang-undang
. kesamaan derajat dan isi jaminan oleh undang-undang. Kesamaan derajat ini
terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak
inilah yang banyak dikenal dengan Hak Asasi Manusia.
1)
Persamaan Hak
Adanya
kekuasaan negara seolah-olah hak individu lambat-laun dirasakan sebagai suatu
yang mengganggu, karena dimana kekuasaan negara itu berkembang, terpaksalah ia
memasuki lingkungan hak asasi manusia pribadi dan berkuranglah pula luas batas
hak-hak yang dimiliki individu itu. Dan di sinilah timbul persengketaan pokok
antara dua kekuasaan itu secara prinsip, yaitu kekuasaan manusia yang berwujud
dalam hak hak dasar beserta kebebasan asasi yang selama itu dimilikinya dengan leluasa, dan kekuasaan
yang melekat pada organisasi baru dalam bentuk masyarakat yang merupakan negara
tadi.
Mengenai
persamaan hak ini selanjutnya di cantumkan dalam Pernyataan Sedunia Tentang
Hak-hak (Asasi) Manusia atau Universitas Declaration of Human Right (1948)
dalam pasal pasalnya, seperti dalam :
Pasal 1 :
”Sekalaian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabatdan hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan,”
Pasal 2 ayat
1 : “ Setiap orang berhak ats semua hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum
dalam pernyataan ini dengan tada kecuali apa pun, seperti misalnya bangsa,
warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asl mula
kebangsaan atau kemasyarakatan , milik, kelahiran atau pun kedudukan.”
Pasal 7 :
“Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama dengan tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas
perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaanyang memperkosa pernyataan ini
dan terhadap segala hasutan yang ditunjukan kepada prbedaan semacam ini,”
2)
Persamaan
Derajat di Indonesia
Dalam Undang-undang Dasar 1945 mengenai hak dan kebebasan
yang berkaitan dengan adanya persamaan drajat dan hak juga tercantum
pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaiman kita ketahui Negara Republik Indonesia
menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya memiliki kedudukan yag
sama dalam hukum dan pemerintahan, dan ini sebagai konsenkuensi prinsip dari
kedaulatan rakayat yang bersifat kerakyatan. Hukum dibuat dimaksudkan untuk
melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa ad perbedaan. Kalau kita
lihat ada empat pasal yang memuat ketentuan ketentuan tentang hak hak asasi
manusia itu yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam empat pasal UUD 1945
adalah sebagai berikut:
Pertama tentang kesamaan kedudukan dan kewajiban warga
negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan
bahwa : “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban
dasar disamping hak asasi yang dimiliki oleh warga negara yaitu kewajiban untuk
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan
demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang
berlainan sekali dari sistem perumusan “Human Right” itu secara Barat, hanya
menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak
setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pokok kedua, selanjutnya dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-undang.”
Pokok ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan
asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi
sebagai berikut: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya
itu.”
Pokok keempat, adalah pasal 31 yang mengatur haka asasi
mengenai pengajaran yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran” dan (2) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.”
C.
PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
a. Prasangka dan diskriminasi
. Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada
relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan
dan bahkan intregasi masyarakat
Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang
memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Melalui
proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk
membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial dilaksanakan antar lembaga atau
kelompok dapat menimbulkan prasangka. Kerugian prasangka melalui hubungan
pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun-menurun) sehingga tidak heran
kalau prasangka ada pada mereka yang berpikiranya sederhana dan masyarakat yang
tergolong cendikiawan , sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka
dasarnya pribadi dan dimiliki bersama.
Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif
adalah prasangka menunjukan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif
pada tindakan. Diskriminatif merupakan suatu pola perilaku yang mengarah
pada perlakuan yang tidak adil atau tidak menyenangkan terhadap kelompok lain.
Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik secara
positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru
diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa
saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka
merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul
tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan
tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya
diketahui oleh diri individu masing-masing.
Gradasi prasangka menunjukan adanya distansi sosial
antara ingroup dan outgroup. Dengan kata lain,tingkat prasangka itu menumbuhkan
jarak sosial tertentu di antara anggota kelompok sendiri dengan anggota-anggota
kelompok luar, dengan kata lain adanya diskriminatif antar kelompok.
Prasangka
bisa diartikan sebagai suatu sikap terlampau tergesa-gesa, berdasarkan
generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses
simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu realita.
Dalam
kehidupan sehari-hari, prasangka ini banyak di muati emosi-emosi atau unsur
efektif yang kuat. Jika prasangka itu disertai agresivitas dan rasa permusuhan,
semuanya tidak bisa disalurkan secara wajar, biasanya orang yang bersangkutan
lalu mencari obyek “kambing hitam”, yaitu
suatu obyek untuk melampiaskan segenap frustasi, dan rasa-rasa negatif. Kambing
hitam itu biasanya berwujud individu atau kelompok sosial yang lemah ,golongan
minoritas, anggota kelompok luar, ras lain atau suatu bangsa tertentu. Dengan
kata lain, mencoba untuk mendiskriminasikan pihak-pihak lain, yang belum tentu
pihak- pihak tersebut bersalah. Pada lazimnya prasangka sedemikian itu
dibarengi dengan rasionalisasi, yaitu membuat rasional segala sesuatu
yang tidak rasional. Juga disertai proyeksi dari segala prasangka dan pikiran
yang negatif, diproyeksikan kepada si “kambing hitam”. Pada akhirnya dibarengi justifikasi
diri, yaitu pembenaran diri terhadap semua tingkah laku sendiri.
Diskriminasi terhadap suatu kelompok atau pihak lain akan merugikan pihak yang
dikenai diskriminasi.
b. Sebab-sebab timbulnya prasangka
dan diskriminasi
a) Belatar belakang sejarah :
Orang-orang kulit putih di Amerika
Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, belatar belakang pada
sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang Negro
berstatus Sebagai budak. Walaupun reputasi dan prestasi orang-orang Negro
dewasa ini cukup dibanggakan, terutama dalam bidang olahraga, akan tetapi
prasangka terhadap orang-orang Negro sebaai biang keladi kerusuhan dan keonaran
belum sirna sampai dengan generasi-generasi sekarang ini.
b) Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan
situasional
Suatu prasangka muncul dan
berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap sosial
tertentu.
Pada sisi lain prasangka bisa
berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pisah antara kelompok
orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin. Harta kekayaan orang-orang
kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari usaha-usaha yang
tidak halal.
c) Bersumber dari faktor kepribadian
Keadaan frustasi dari beberapa orang
atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi sosial yang cukup untuk
menimbulkan tingkah laku agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih
dominan disebabkan tipe kepribadian orang-orang tertentu.
d) Belatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan
dan agama.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran yang telah
dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa Stratifikasi
berasal dari kata Stratus yang artinya lapisan (berlapis-lapis). Sehingga
Stratifikasi Sosial berarti “lapisan sosial“.Pelapisan sosial merupakan gejala
yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan
sosial selalu ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial
adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial
secara bertingkat.
Sifat perhubungan antara manusia dan lingkungan
masyarakat pada umumnya adalah timbal balik, artinya seorang itu sebagai
anggota masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat
maupun terhadap pemerintah dan negara. Beberapa hak dan kewajiban penting
ditetapkan dalam undang-undang (Konstitusi) sebagai hak dan kewajiban asasi.
Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada
relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan
dan bahkan intregasi masyarakat. Perbedaan terpokok antara prasangka dan
diskriminatif adalah prasangka menunjukan pada aspek sikap, sedangkan
diskriminatif pada tindakan. Diskriminatif merupakan suatu pola perilaku
yang mengarah pada perlakuan yang tidak adil atau tidak menyenangkan terhadap
kelompok lain.
DAFTAR
PUSTAKA
- Ahmadi, Abu dkk. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
- MS, Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.
- Hartomo, dkk. 1990. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar