Rabu, 01 Juli 2015

Makalah Pelapisan Sosial


PELAPISAN SOSIAL

Makalah Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Perkuliahan
1AD, ISD DAN IBD

Description: LOGO UIN

Disusun oleh:

Kelas A PGMI 
Syarifah Nadiyah (D07214021)

Dosen Pengampu: 
Nanang Kholidin, S.Ag., M. Pd.I


Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Tahun 2014




KATA PENGANTAR
                         
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelapisan Sosial”.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pelapisan sosial. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
        Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
         Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


                                                            Surabaya, 15 November 2014

                                                Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                    ii
DAFTAR ISI                                                                                                   iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar belakang                                                                                   1
B.  Rumusan Masalah                                                                             1
C.  Tujuan Penulisan                                                                               1
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pelapisan Sosial                                                                                 2
B.  Kesamaan Derajat                                                                             7
C.  Prasangka dan Driskiminasi                                                              10
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan                                                                                       13
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Dalam masyarakat kita terdapat berbagai kedudukan, seperti dokter, insinyur, guru, pengusaha, petani, pedagang, wartawan, polisi, mahasiswa, ulama, nelayan, dan sebagainya. Kedudukan- kedudukan ini dinilai oleh masyarakat umum berkenaan dengan suatu skala tinggi rendah, sehingga ada kedudukan yang dianggap tinggi, dan ada kedudukan yang dianggap rendah.
Masyarakat sebagai keseluruhan terdapat bermacam-macam dasar untuk menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang, dasar penilaian yang berlaku dalam satu kesatuan sosial tertentu saja. Dengan demikian, bahwa di berbagai kesatuan sosial dijumpai perbedaan tinggi rendah kedudukan yang mengakibatkan adanya pelapisan-pelapisan sosial dalam kesatuan sosial yang bersangkutan.
Maka dari itu disini kami akan menjelaskan tentang pelapisan-pelapisan sosial dan apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya pelapisan sosial.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah  makna dan terjadinya pelapisan sosial?
2.      Apakah persamaan derajat?
3.      Apakah diskriminasi?
  1. Tujuan Penulisan
1.      Agar mengetahui arti dan asal mula terjadiya pelapisan sosial
2.      Mengetahui tentang persamaan derajat
3.      Mengetahui tentang diskriminasi

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PELAPISAN SOSIAL
a.      Pelapisan Sosial ( Stratifikasi Sosial )
Stratifikasi berasal dari kata Stratus yang artinya lapisan (berlapis-lapis). Sehingga Stratifikasi Sosial berarti “lapisan sosial“.
Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah.
Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.
.
b. Pelapisan sosial ciri tetap kelompok sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh sistem sosial masyarakat. Tetapi hal ini perlu di ingat bahwa ketentuan ketentuan tentang pembagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar dari pada pembagian pekerjaan , semata mata ditentukan oleh sistem kebudayaan itu sendiri.kita lihat saja misalnya kedudukan laki-laki di Jawa berbeda dengan kedudukan laki-laki di Minangkabau. Di Jawa kekuasaan keluarga di tangan ayah sedangkan di Minangkabau tidak demikian. Dalam hubunganya dengan pembagian pekerjaan pun setiap suku bangsa memiliki cara sendiri sendiri.Di Irian misalnya atau Bali , wanita harus harus lebih bekerja keras dari pada laki-laki.
Di dalam organisasi mayarakat primitif pun dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada.Hal ini terwujud bentuk sebagai berikut :
1)      Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
2)      Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak yang istimewah
3)      Adanya pemimpin yang paling berpengaruh
4)      Adanya orang-orang yang dikecilkan di luar kasta dan orang di luar perlindungan hukum (cutlaw men)
5)      Adanya pembagian kerja didalam suku itu sendiri
6)      Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.
Pendapat tradisional tentang masyarakat primitif sebagai masyarakat yang komunitis yang tanpa hak milik pribadi dan perdagangan itu tidak benar. Ekonomi primitif bukanlah ekonomi dari individu-individu yang terisolir produktif kolektif. Apa yang sesungguhnya adalah kelompok ekonomi yang tersusun atas dasar ketergantungan yang timbal balik dan individu-individu yang aktif secara ekonomis, serta pembagian-pembagian yang lebih kecil dari suatu kelompok yang memiliki sistem perdagangan dan barter satu sama lain.
Bilamana di dalam beberapa suku perbedaan ekonomi begitu kecul dan kebiasan tolong-menolong secara timbal balik mendekati sistem komunisme, hal ini di sebabkan hanya terhadap milik umum dari kelompok.
Jika kita kita tidak dapat menemukan masyarakat yang tidak berlapis-lapis di antara masyarakat yang primitif, maka lebih tidak mungkin lagi untuk menemukanya di dalam masyarakat yang telah lebih maju/berkembang. Bentuk dan proporsi pelapisan di masyarakat yang telah maju bervariasi; tetapi pada dasarnya pelapisan masyarakat itu ada di mana-mana dan di sepanjang waktu. Di dalam masyarakat pertanian dan khususnya di dalam industri pelapisan itu tampak menyolok mata dan jelas. Di demokrasi-demokrasi yang modern pun juga tidak dapat mengecualikan adanya hukum-hukum pelapisan masyarakat, walaupun didalam konstitusinya menyatakan bahwa “ Semua manusia adalah sama (all men are created equal). Gradasi itu dapat kita lihat misalnya : multi dari memilih modal yang kaya sampai kepada buruh yang termskin; dari presiden kepad lurah; dari jendral sampai ke prajurit  dan sebagaianya yang semuanya itu menunjukan sebagai jenjang-jenjang dan gradasi sosial yang menunjukan walaupun di dalam sistem demokrasi yang paling mutakhir pun ada pelapisan masyarakat.
c.Terjadinya pelapisan sosial
Ø  Terjadinya dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Pengakuan-pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya.
Oleh karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni atau sakti.
Ø  Terjadi dengan sengaja
Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditunjukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaan ini maka di dalam organisasi itu terdapat keteraturan sehingga jelas bagi setiap orang ditempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam suatu organisasi baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Sistem pelapisan yang dibentuk dengan sengaja ini dapat kita lihat misalnya di dalam organisasi pemerintahan, organisasi partai politik, perusahaan besar, perkumpulan-perkumpulan resmi, dan lain-lain. Pendek kata di dalam organisasi formal. Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem, ialah:
1)      Sistem fungsional : merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatanya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja di dalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala-kepala seksi dan lain-lain.
2)      Sistem skalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal).
Pembagian kedudukan ini di dalam organisasi formal pada pokoknya diperlukan agar organisasi itu dapat bergerak secara teratur untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Tetapi sebenarnya terdapat pula kelemahan yang disebabkan sistem yang demikian itu.
Pertama : kerena organisasi itu sudah diatur sedemikian rupa, sering terjadi kelemahan di dalam menyesuaikan dengan prubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya saja perubahan-perubahan pula dalam cara-cara perjuangan partai polotik, tetapi karena organisasi itu mempunyai tata cara tersendiri di dalam menentukan kebijaksanaan politik sosial, maka sering terjadi kelambatan di dalam penyesuaian.
Kedua : karena organisai itu telah diatur sedemikian rupa sehingga membatasi kemampuan-kemampuan individual yang sebenarnya mampu tetapi karena kedudukanya yang mengangkat maka tidak memungkinkan mengambil inisiatif. Misalnya dapat kita lihat di dalam kehidupan perguruan tinggi, seorang dosen yang baru golongan III a tetapi cakap, tidak diperkenankan menduduki jabatan-jabatan yang hanya boleh diduduki atau dijabat oleh golongan IV a ke atas, maka merupakan hambatan yang merugikan bagi dosen yang bersangkutan dan universitas.
Contoh yang lain dapat kita lihat sendiri misalnya di dalam kantor-kantor pemerintahan di mana banyak tenaga-tenaga yang cukup tetapi diberi wewenang karena kedudukanya meningkat.
B.     KESAMAAN DERAJAT
            Sifat perhubungan antara manusia dan lingkungan masyarakat pada umumnya adalah timbal balik, artinya seorang itu sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara. Beberapa hak dan kewajiban penting ditetapkan dalam undang-undang (Konstitusi) sebagai hak dan kewajiban asasi. Untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban ini dengan bebas dari rasa takut perlunya adanya jaminan, dan yang mampu memberi jaminan ini adalah pemerintah yang kuat dan berwibawa. Di dalam susunan  negara modern hak-hak dan kebebasan-kebebasan asasi manusia itu dilindungi oleh Undang-undang dan menjadi hukum positif. Undang-undang tersebut berlaku sama pada setiap orang tanpa kecualinya dalam arti semua orang mempunyai kesamaan derajat dan ini di jamin oleh undang-undang . kesamaan derajat dan isi jaminan oleh undang-undang. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak inilah yang banyak dikenal dengan Hak Asasi Manusia.
1)      Persamaan Hak
Adanya kekuasaan negara seolah-olah hak individu lambat-laun dirasakan sebagai suatu yang mengganggu, karena dimana kekuasaan negara itu berkembang, terpaksalah ia memasuki lingkungan hak asasi manusia pribadi dan berkuranglah pula luas batas hak-hak yang dimiliki individu itu. Dan di sinilah timbul persengketaan pokok antara dua kekuasaan itu secara prinsip, yaitu kekuasaan manusia yang berwujud dalam hak hak dasar beserta kebebasan asasi yang selama itu  dimilikinya dengan leluasa, dan kekuasaan yang melekat pada organisasi baru dalam bentuk masyarakat yang merupakan negara tadi.
Mengenai persamaan hak ini selanjutnya di cantumkan dalam Pernyataan Sedunia Tentang Hak-hak (Asasi) Manusia atau Universitas Declaration of Human Right (1948) dalam pasal pasalnya, seperti dalam :
Pasal 1 : ”Sekalaian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabatdan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan,”
Pasal 2 ayat 1 : “ Setiap orang berhak ats semua hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini dengan tada kecuali apa pun, seperti misalnya bangsa, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asl mula kebangsaan atau kemasyarakatan , milik, kelahiran atau pun kedudukan.”
Pasal 7 : “Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaanyang memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditunjukan kepada prbedaan semacam ini,”
2)      Persamaan Derajat di Indonesia
Dalam Undang-undang Dasar 1945 mengenai hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan drajat dan hak juga tercantum pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaiman kita ketahui Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya memiliki kedudukan yag sama dalam hukum dan pemerintahan, dan ini sebagai konsenkuensi prinsip dari kedaulatan rakayat yang bersifat kerakyatan. Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa ad perbedaan. Kalau kita lihat ada empat pasal yang memuat ketentuan ketentuan tentang hak hak asasi manusia itu yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam empat pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Pertama tentang kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa : “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar disamping hak asasi yang dimiliki oleh warga negara yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali dari sistem perumusan “Human Right” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pokok kedua, selanjutnya dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-undang.”
Pokok ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.”
Pokok keempat, adalah pasal 31 yang mengatur haka asasi mengenai pengajaran yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan (2) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.”
C.    PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
a.      Prasangka dan diskriminasi
. Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan dan bahkan intregasi masyarakat
Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial dilaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka. Kerugian prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun-menurun) sehingga tidak heran kalau prasangka ada pada mereka yang berpikiranya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendikiawan , sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki bersama.
Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Diskriminatif merupakan suatu pola perilaku yang mengarah pada perlakuan yang tidak adil atau tidak menyenangkan terhadap kelompok lain. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Gradasi prasangka menunjukan adanya distansi sosial antara ingroup dan outgroup. Dengan kata lain,tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial tertentu di antara anggota kelompok sendiri dengan anggota-anggota kelompok luar, dengan kata lain adanya diskriminatif antar kelompok.
Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu realita.
Dalam kehidupan sehari-hari, prasangka ini banyak di muati emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat. Jika prasangka itu disertai agresivitas dan rasa permusuhan, semuanya tidak bisa disalurkan secara wajar, biasanya orang yang bersangkutan lalu mencari obyek  “kambing hitam”, yaitu suatu obyek untuk melampiaskan segenap frustasi, dan rasa-rasa negatif. Kambing hitam itu biasanya berwujud individu atau kelompok sosial yang lemah ,golongan minoritas, anggota kelompok luar, ras lain atau suatu bangsa tertentu. Dengan kata lain, mencoba untuk mendiskriminasikan pihak-pihak lain, yang belum tentu pihak- pihak tersebut bersalah. Pada lazimnya prasangka sedemikian itu dibarengi dengan rasionalisasi, yaitu membuat rasional segala sesuatu yang tidak rasional. Juga disertai proyeksi dari segala prasangka dan pikiran yang negatif, diproyeksikan kepada si “kambing hitam”. Pada akhirnya dibarengi justifikasi diri, yaitu pembenaran diri terhadap semua tingkah laku sendiri. Diskriminasi terhadap suatu kelompok atau pihak lain akan merugikan pihak yang dikenai diskriminasi.
b.      Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi
a)      Belatar belakang sejarah :
            Orang-orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, belatar belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang Negro berstatus Sebagai budak. Walaupun reputasi dan prestasi orang-orang Negro dewasa ini cukup dibanggakan, terutama dalam bidang olahraga, akan tetapi prasangka terhadap orang-orang Negro sebaai biang keladi kerusuhan dan keonaran belum sirna sampai dengan generasi-generasi sekarang ini.

b)      Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
            Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap sosial tertentu.
            Pada sisi lain prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pisah antara kelompok orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin. Harta kekayaan orang-orang kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari usaha-usaha yang tidak halal.
c)      Bersumber dari faktor kepribadian
            Keadaan frustasi dari beberapa orang atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi sosial yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan tipe kepribadian orang-orang tertentu.
d)     Belatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.










BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa Stratifikasi berasal dari kata Stratus yang artinya lapisan (berlapis-lapis). Sehingga Stratifikasi Sosial berarti “lapisan sosial“.Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat.
Sifat perhubungan antara manusia dan lingkungan masyarakat pada umumnya adalah timbal balik, artinya seorang itu sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara. Beberapa hak dan kewajiban penting ditetapkan dalam undang-undang (Konstitusi) sebagai hak dan kewajiban asasi. 
Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan dan bahkan intregasi masyarakat. Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Diskriminatif merupakan suatu pola perilaku yang mengarah pada perlakuan yang tidak adil atau tidak menyenangkan terhadap kelompok lain.





                                                                             
DAFTAR PUSTAKA
  1. Ahmadi, Abu dkk. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  2. MS, Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.
  3. Hartomo, dkk. 1990. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
                               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar